Langsung ke konten utama

Djarum Habiskan Rp 1 Triliun untuk Iklan di Televisi

Walaupun sepanjang 2015 iklim bisnis relatif melambat, masih ada saja perusahaan atau pemilik brand yang belanja iklan TV-nya menembus angka Rp 1 triliun per tahun. Brand itu adalah Djarum, dengan total belanja sampai dengan November 2015 mencapai Rp 1.005.243.000.000. Agresivitas Djarum ini disusul oleh Sampoerna yang nyaris menyentuh angka Rp 1 triliun.

Djarum menghabiskan total belanja iklan TV sampai November 2015 mencapai Rp 1.005.243.000.000. Agresivitas Djarum ini disusul oleh Sampoerna yang nyaris menyentuh angka Rp 1 triliun.

Yang menarik dari daftar brand-brand berkantung tebal ini, ada dua brand pendatang baru yang langsung masuk dalam 10 besar. Keduanya dari jenis industri yang relatif baru tumbuh di Indonesia yakni e-commerce/digital business. Kedua nama itu Tokopedia dan Traveloka, yang masing-masing ada di posisi 9 dan 10.

Penikmat belanja iklan TV terbesar, tak pelak lagi adalah para Stasiun TV. Tahun ini, yang mereguk belanja iklan terbesar adalah RCTI. Total selama Januari – November 2015, RCTI memperoleh Rp 9,943,993,379,993. RCTI dibuntuti rival terkuatnya, SCTV yang menangguk Rp Rp 8,890,007,759,993.

Satu hal yang menarik dari tahun 2015 adalah tetap tumbuhnya iklan, di industri yang relative baru di Indonesia, e-commerce. Jika tahun sebelumnya, Lazada dan Tokobagus (kini Olx) mendominasi. Maka tahun ini, semakin banyak pemain yang ikut serta. Ada Tokopedia, Olx, Bukalapak, Blibli, Traveloka, Trivago dan lain-lain. Di antara semuanya, ada 6 perusahaan e-commerce yang menginvestasikan dana promosinya lebih dari Rp 100 miliar di televisi.

Pertumbuhan industri periklanan Indonesia dalam sewindu terakhir terhitung menakjubkan. Jika pada 2008 total belanja iklan hanya mencapai Rp 41 triliun, maka pada 2014 angka itu tersulap naik lebih dari tiga kali lipat, menjadi Rp 150 triliun. Pertumbuhan bisnis yang luar biasa ini tentunya membuka peluang-peluang baru bagi para pelaku bisnis.

Dalam gelombang tersebut, Adstensity, sebuah aplikasi media monitoring khusus iklan-iklan TV bersama Adstream Worldwide, sebuah perusahaan data aset manajemen global bagi industri advertising dan marketing yang berkantor pusat di Inggris, sepakat untuk melakukan kerja sama strategis dalam penyediaan data dan tools yang mendukung industri periklanan TV di Indonesia. Hingga 1 Januari 2015 - 30 November 2015, perolehan iklan TV baru mencapai Rp 65,559 triliun.

Dalam kerja sama itu, Adstensity akan memberikan feed data-data seputar post placement iklan TVC (ads spot) secara real-time. Di sisi lain, Adstream Worldwide akan memberikan akses terhadap dinamika pre-placement TV ads yang ada di industri periklanan TV Indonesia.

Adanya kerja sama ini akan membuat layanan Adstream Worldwide maupun Adstensity menjadi saling melengkapi. Konsumen Adstream kini bisa memonitor aktivitas post-placement industri periklanan di televisi Indonesia. Akses ini menjadikan konsumen dapat memetakan dinamika yang tengah terjadi secara real-time.

Kerja sama ini secara simbolis dimulai dengan dengan dilakukannya konferensi pers bersama antara Adstensity yang diwakili oleh CEO PT Sigi Kaca Pariwara A Sapto Anggoro dengan CEO Adstream Asia, Christine Sterk, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ke depan, Adstream bersama Adstensity berkomitmen untuk membawa layanan ini secara bersama-sama dalam lingkup yang lebih luas, di level regional, Asia Pasifik.

Sementara itu, dari data tayangan iklan TVC/ads spot yang dikumpulkan Adstensity hingga 30 November 2015, bisa dipastikan belanja iklan TV untuk tahun ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun lalu belanja iklan TV mencapai Rp 99 triliun (66% dari total pendapatan iklan nasional), maka tahun ini diperkirakan hanya akan mereguk Rp 71.4 triliun.

Pasalnya, hingga 1 Januari 2015 – 30 November 2015, perolehan iklan TV baru mencapai Rp 65,559 triliun. Terdapat gap sejumlah Rp 33,441 Trilliun di satu bulan terakhir tahun 2015. Dengan rata-rata belanja per bulan sebesar Rp, 5.959 Trilliun dapat dipastikan, tambahan pendapatan di bulan Desember 2015 ini, tetap takkan menyamai angka belanja iklan TV pada tahun lalu.

Hasil ini bukan saja lebih menurun, namun juga meleset jauh dari target yang pernah disebutkan PPPI. Sebelumnya, pada akhir November 2014, Ketua PPPI Harris Thajeb menyebut target belanja iklan nasional untuk tahun 2015 adalah Rp 172,5 triliun, dengan sumbangan iklan TV mencapai Rp 113,5 triliun. Dihitung dari target ini, perolehan iklan TV 2015, hanya tercapai 62,9%.

Adstensity memantau aktivitas penyiaran TVC /Ads spot yang tayang di 13 TV nasional selama 24 jam/sehari. Data yang terkumpul, diolah dengan penghitungan kualitatif yang dilakukan secara otomatis, sehingga dinamika penayangan iklan TVC bisa diketahui secara real-time. Penghitungan belanja iklan didasarkan atas harga published rate yang dikeluarkan masing-masing Stasiun TV.

Perlambatan ekonomi boleh jadi penyebab utama, yang ditandai oleh memburuknya kurs tukar rupiah terhadap dolar Amerika, sehingga banyak rencana belanja Iklan tidak dapat dieksekusi dengan baik.(*)

Sumber: di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

140 Daftar Judul Riset Pemasaran Produk Industri

Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah salah satu kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil penelitian . Riset Pemasaran dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.  Tujuan Riset Pemasaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara objektif kenyataan yang ada. Bebas dari pengaruh keinginan pribadi (political biases). Riset pemasaran sebagai alat bantu Manager menghubungkan antara variabel pemasaran, konsumen, dan lingkungan. Metode pengumpulan data antara lain melalui survei, wawancara, menyebar kuesioner, observasi, dan eksperimen (kuantitatif). Data primer (kualitatif) diperoleh melalui wawanc

Data Perkembangan Jumlah UKM dan Sebaran Per Provinsi

Data Komprehensif Perkembangan Industri Kecil & UsahaBesar 2016-2017 (Sebaran UKM Per Sektor & Per Daerah)   ini dirilis pada pertengahan Juli 2018 menampilkan data komprehensif, serta tren pertumbuhan jumlah dan sebaran industri kecil (usaha kecil menengah dan mikro/UMKM) di Indonesia. Pembahasan dilakukan secara detail mulai dari   tren pertumbuhan   jumlah, porsi terhadap ekonomi, komparasi dengan kondisi di negara tetangga, serta tren produksi dan ekspor industri kecil di Indonesia. Data Komprehensif Perkembangan Industri Kecil & UsahaBesar 2016-2017 (Sebaran UKM Per Sektor & Per Daerah)   ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2 dan 3). Dilanjutkan dengan   outlook dan prospek bisnis   2018 mengacu pada target pertumbuhan ekonomi pemerintah di 2018 di halaman 4. Kontribusi UMKM terhadap industri nasional di Indonesia dikomparasi dengan kondisi di sejumlah negara seperti Filipina, Vietnam, dan Bra

50% dari Pemimpin Pasar Consumer Goods Dipegang Merk Lokal

Merek lokal berhasil membangun kehadiran yang lebih kuat dalam persaingan industri barang konsumen (consumer goods), ketika  50% dari 10 merek pemimpin pasar  teratas berasal dari produsen lokal. Meski demikian, ke depan diperkirakan persaingan makin ketat sehingga pemimpin pasar harus lebih kreatif untuk memasarkannya agar tetap menempati peringkat sepuluh besar. Hal itu terungkap dalam hasil Survei Kantar tahun 2019. “ Hasil survei  mewakili 85% dari total rumah tangga kota-kota besar di Indonesia,” kata Marketing Director Kantar, Fanny Muharyati, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (21/6). Fanny menjelaskan  survei brand “footprint”  merupakan studi tahunan Kantar untuk  mengukur merek  apa saja yang paling sering dibeli konsumen, sehingga menjadi pemimpin pasar. “Studi ini meliputi jumlah pembelian (penetrasi pasar) dan berapa sering produk dibeli. Produk yang disurvei meliputi sektor fast ‘moving consumer goods’ seperti makanan, minuman, perawatan rumah, produk keseh