Tiga perusahaan semen yang beroperasi di Indonesia, yakni PT Conch Cement Indonesia, PT Holcim Indonesia Tbk, dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menerapkan strategi kompetisi yang berbeda pada tahun ini guna memperkuat penetrasi pasar. Conch Cement agresif dalam menggenjot kapasitas produksi, sementara Indocement menaikkan harga jual di daerah tertentu.
Conch Cement, pemain baru semen di Indonesia asal China yang cukup fenomenal, berambisi meningkatkan kapasitas produksi hingga 25 juta ton. Peningkatan kapasitas produksi tersebut ditargetkan bisa dilakukan dengan membangun sejumlah pabrik di beberapa daerah.
Direktur Conch Cement Indonesia, Wang Hai Wing, mengatakan peningkatan kapasitas produksi ini harus dilakukan karena kebutuhan semen di Indonesia masih cukup tinggi. “Jadi memang kelebihan suplai (over supply) ini hanya jangka pendek. Ke depannya, pasar semen (Indonesia) masih ada potensi, masih bisa menyerap. Permintaan pasar itu masih ada, masih cukup besar saat ini,” ungkapnya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta.
Menurut dia, sebenarnya rata-rata konsumsi atau pemakaian semen per orang di Indonesia itu tidak tinggi. “Sehingga kita bilang sampai saat ini belum kelebihan suplai per kapitanya,” kata dia.
Selain pasar Indonesia, Conch yang telah memiliki pabrik semen di Kalimantan Selatan, Papua, serta grinding plant di Merak (Banten) juga telah melakukan ekspor semen ke Filipina dan Papua New Guinea. Namun angka masih kecil, yakni sebesar 10 persen. Itu pun hanya berasal dari satu pabrik di Papua. “Yang diekspor sekitar 10 persen dari satu pabrik di Papua. Kapasitas produksi di Papua 1,2 juta ton per tahun,” tandasnya.
Berbeda dengan Conch, Indocement Tunggal Prakarsa memilih strategi menaikkan harga jual sekitar 1%-3% persen atau sekitar Rp 500 – Rp 1.000 per sak menyusul meningkatnya biaya produksi. “Kami sudah naikkan harga di beberapa tempat, dan setelah Lebaran kemungkinan kita akan naikkan harga kembali,” kata Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Christian Kartawijaya kepada media, beberapa waktu lalu.
Christian menjelaskan, kenaikan harga hanya di beberapa kota Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta, tidak terjadi kenaikan harga karena ketatnya persaingan. “Biaya produksi naik 11% di kuartal I 2018 dibandingkan kuartal I 2017,” katanya.
Dia mengatakan, jika pasar masih menyerap kenaikan harga tersebut, maka akan dilanjutkan. Namun jika tidak, perseroan akan bertahan di harga sekarang. Dampaknya, perseoran akan memperkuat penjualan di sekitar pabrik perseroan yakni di Jabodetabek, Cirebon, dan Kota Baru (Kalsel).
Menurut Christian, kenaikan harga terpaksa dilakukan menyusul meningkatnya harga batu bara dan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). Sebagai gambaran, harga bahan bakar mencakup sekitar 40% dari biaya produksi. Selain itu, hampir separuh biaya produksi Indocement menggunakan dolar AS karena sebagian besar bahan baku masih diimpor seperti gipsum dan bahan lainnya.
Rencana Penjualan Unit Bisnis
Sementara itu, induk usaha PT Holcim Indonesia Tbk, yakni LafargeHolcim Ltd, berencana menjual unit bisnisnya di Indonesia. Strategi itu menjadi bagian dari rencana perampingan usaha market leader terbesar industri semen di dunia itu yang memiliki kapasitas global 442 juta ton pada 2015.
Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana penjualan unit bisnis di Indonesia itu menyatakan perusahaan bekerjasama dengan Citigroup Inc untuk mencari pembeli potensial. Targetnya, perusahaan bangunan Asia, konglomerat lokal, atau private equity.
Namun, manajemen PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) belum mau memerinci strategi dari induk usahanya. “PT Holcim Indonesia Tbk tidak memberikan komentar atau pernyataan terkait rumor pasar ini kepada media-media yang telah meminta konfirmasi dan mempublikasikan berita itu,” tulis manajemen Holcim Indonesia dalam keterbukaan informasi, Senin (9/7/2018).
Manajemen perseroan juga menyatakan sepenuhnya berkomitmen untuk mematuhi peraturan dan akan memberikan keterbukaan bilamana diperlukan sebagaimana telah dilakukan sebelumnya.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 158 database, klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Conch Cement, pemain baru semen di Indonesia asal China yang cukup fenomenal, berambisi meningkatkan kapasitas produksi hingga 25 juta ton. Peningkatan kapasitas produksi tersebut ditargetkan bisa dilakukan dengan membangun sejumlah pabrik di beberapa daerah.
Direktur Conch Cement Indonesia, Wang Hai Wing, mengatakan peningkatan kapasitas produksi ini harus dilakukan karena kebutuhan semen di Indonesia masih cukup tinggi. “Jadi memang kelebihan suplai (over supply) ini hanya jangka pendek. Ke depannya, pasar semen (Indonesia) masih ada potensi, masih bisa menyerap. Permintaan pasar itu masih ada, masih cukup besar saat ini,” ungkapnya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta.
Menurut dia, sebenarnya rata-rata konsumsi atau pemakaian semen per orang di Indonesia itu tidak tinggi. “Sehingga kita bilang sampai saat ini belum kelebihan suplai per kapitanya,” kata dia.
Selain pasar Indonesia, Conch yang telah memiliki pabrik semen di Kalimantan Selatan, Papua, serta grinding plant di Merak (Banten) juga telah melakukan ekspor semen ke Filipina dan Papua New Guinea. Namun angka masih kecil, yakni sebesar 10 persen. Itu pun hanya berasal dari satu pabrik di Papua. “Yang diekspor sekitar 10 persen dari satu pabrik di Papua. Kapasitas produksi di Papua 1,2 juta ton per tahun,” tandasnya.
Berbeda dengan Conch, Indocement Tunggal Prakarsa memilih strategi menaikkan harga jual sekitar 1%-3% persen atau sekitar Rp 500 – Rp 1.000 per sak menyusul meningkatnya biaya produksi. “Kami sudah naikkan harga di beberapa tempat, dan setelah Lebaran kemungkinan kita akan naikkan harga kembali,” kata Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Christian Kartawijaya kepada media, beberapa waktu lalu.
Christian menjelaskan, kenaikan harga hanya di beberapa kota Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta, tidak terjadi kenaikan harga karena ketatnya persaingan. “Biaya produksi naik 11% di kuartal I 2018 dibandingkan kuartal I 2017,” katanya.
Dia mengatakan, jika pasar masih menyerap kenaikan harga tersebut, maka akan dilanjutkan. Namun jika tidak, perseroan akan bertahan di harga sekarang. Dampaknya, perseoran akan memperkuat penjualan di sekitar pabrik perseroan yakni di Jabodetabek, Cirebon, dan Kota Baru (Kalsel).
Menurut Christian, kenaikan harga terpaksa dilakukan menyusul meningkatnya harga batu bara dan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). Sebagai gambaran, harga bahan bakar mencakup sekitar 40% dari biaya produksi. Selain itu, hampir separuh biaya produksi Indocement menggunakan dolar AS karena sebagian besar bahan baku masih diimpor seperti gipsum dan bahan lainnya.
Rencana Penjualan Unit Bisnis
Sementara itu, induk usaha PT Holcim Indonesia Tbk, yakni LafargeHolcim Ltd, berencana menjual unit bisnisnya di Indonesia. Strategi itu menjadi bagian dari rencana perampingan usaha market leader terbesar industri semen di dunia itu yang memiliki kapasitas global 442 juta ton pada 2015.
Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana penjualan unit bisnis di Indonesia itu menyatakan perusahaan bekerjasama dengan Citigroup Inc untuk mencari pembeli potensial. Targetnya, perusahaan bangunan Asia, konglomerat lokal, atau private equity.
Namun, manajemen PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) belum mau memerinci strategi dari induk usahanya. “PT Holcim Indonesia Tbk tidak memberikan komentar atau pernyataan terkait rumor pasar ini kepada media-media yang telah meminta konfirmasi dan mempublikasikan berita itu,” tulis manajemen Holcim Indonesia dalam keterbukaan informasi, Senin (9/7/2018).
Manajemen perseroan juga menyatakan sepenuhnya berkomitmen untuk mematuhi peraturan dan akan memberikan keterbukaan bilamana diperlukan sebagaimana telah dilakukan sebelumnya.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 158 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider, klik di sini***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 158 database, klik di sini
- Butuh 21 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 19 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar