Langsung ke konten utama

Beri Peringatan Perang Dagang, AS Pantau 124 Produk Ekspor Indonesia

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan peringatan kepada Indonesia karena jumlah ekspor Indonesia ke AS lebih tinggi dibanding jumlah ekspor AS ke Indonesia. Karena itu, saat ini pemerintah AS sedang melakukan pengawasan terhadap 124 produk ekspor Indonesia.

Pengawasan itu dilakukan seiring dengan kebijakan pemerintah AS yang mulai mengkaji total 3.500 produk-produk yang masuk Generalized System of Preference (GSP) atau daftar produk yang bebas bea masuk yang dihasilkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Dia (Trump) sudah kasih kita warning bahwa ekspor kita lebih banyak pada dia dan kita harus bicara pada dia mengenai beberapa aturan-aturan di mana dia memiliki special tariff placement yang dia mau cabut. Terutama di bidang tekstil dan lain-lain,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta.

Dia menjelaskan memang saat ini keadaan perekonomian global tengah berada dalam ketidakpastian (uncertainty). Pemicunya kerap berasal dari kebijakan yang diambil Presiden AS Donald Trump yang memang susah ditebak.

“Kita tidak tahu perang dagang AS-China ini kayak apa, apa benar terjadi. Kemarin saya ke AS, tidak ada yang mengerti Trump maunya apa,” jelas Sofjan yang juga Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Presiden.

Oleh karena itu, dia mengharapkan semua pelaku industri untuk tetap menjaga situasi bisnis masing-masing sembari terus melakukan koordinasi dengan pemerintah. “Jadi jaga saja cash flow-nya masing-masing, jaga perusahaan masing-masing, karena efeknya tidak akan terjadi segera, tapi setelahnya,” tandasnya.

Seperti diketahui, sejumlah produk ekspor dari Indonesia ke Amerika Serikat bebas bea masuk karena kebijakan Generalized System of Preferences (GSP). Kini kebijakan tersebut sedang dikaji ulang oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Ada 124 barang yang direview ulag oleh Trump. Trump berpotensi mencabut GSP untuk barang-barang tersebut. Apabila Trump mencabut GSP sejumlah barang tersebut, artinya ada bea masuk yang harus dibayarkan.

Sofjan menjelaskan, Indonesia berpotensi membayar bea masuk sekitar US$ 1,8 miliar per tahun atau setara Rp 25,2 triliun (Kurs Rp 14.000/US$) bila Trump mencabut GSP terhadap barang-barang tersebut.

“Saya percaya kalaupun ditarik semua (124 barang), kita cuma dari US$ 20 miliar trade (perdagangan) dengan AS, itu paling kita kena (bea masuk) US$ 1,7-1,8 miliar. Tidak terlalu besar menurut saya akibatnya yang langsung dari GSP itu,” Sofjan Wanandi ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).

Namun dia menilai, bea masuk senilai US$ 1,8 miliar untuk barang Indonesia jangan dianggap sebagai kerugian buat Indonesia. “(Jika GSP dicabut), bukan rugi lah, itu kita tetap bisa ekspor, cuma kita harus tetap bayar pajak,” terangnya.

Selain itu, dari total 124 barang yang direview, diharapakan tidak seluruhnya perlakuan khususnya dicabut. “Saya nggak percaya semuanya dicabut, cuma beberapa dia perlu juga,” tambahnya.

Tidak Khawatir
Merespons kondisi tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menganggap kalangan pengusaha Indonesia tidak perlu khawatir atas kajian ulang AS itu.

Airlangga menyebut pemerintah telah melobi AS untuk tetap memasukkan Indonesia dalam daftar penerima manfaat sistem tarif preferensial atau generalized system of preferences (GSP).

“Kami tidak melihat ini akan menjadi ancaman yang besar. Kita komunikasi dan lakukan pembicaraan,” kata Airlangga usai rapat koordinasi di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (09/07).

GSP adalah platform AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap eksportir dari negara berkembang atau miskin. Tahun 2011 Indonesia adalah satu dari lima negara yang menikmati manfaat terbesar dari GSP AS, selain India, Thailand, Brasil, dan Afrika Selatan.

Sejak April lalu, AS mempertimbangkan ulang pemberian fasilitas itu untuk Indonesia dan India, terutama dari sudut pandang akses produk mereka di dua negara tersebut.(*)

Sumber: klik di sini

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 158 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider, klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Database Lengkap Industri Perikanan, Hasil Laut, dan Olahannya

Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dirilis pada minggu pertama Februari 2018 menampilkan data komprehensif, tren perkembangan, infografis menarik , terkait industri perikanan dan hasil laut (rumput laut, ikan surimi, udang, tuna tongkol cakalang, kepiting & rajungan, cumi & gurita). Diperkuat dengan tren produksi, sebaran lokasi, serta nama produsen, data komprehensif ini diharapkan dapat memperkaya database persaingan pasar guna menentukan arah strategi bisnis ke depan. Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2-4). Dengan dukungan jumlah penduduk yang besar, pasar industri perikanan dan hasil laut cukup prospektif dan atraktif baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Pada halaman 5, ditampilkan tabel tren perkembangan konsumsi

Tren Nilai Pasar Industri Detergent di Indonesia

Nilai pasar (market size) industri deterjen di Indonesia diestimasi tumbuh 3,5% menjadi Rp 10,11 triliun pada 2016 dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 9,77 triliun, menurut riset duniaindustri.com . Momentum perbaikan perekonomian Indonesia dan daya beli konsumen akan menopang pertumbuhan market size industri deterjen tahun ini. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan market size industri deterjen cukup fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2014 sebesar 6% menjadi Rp 9,54 triliun. Namun, perlambatan perekonomian nasional, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta kejatuhan harga komoditas dunia ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan industri deterjen pada 2015. Tahun lalu, market size industri deterjen diperkirakan tumbuh melambat menjadi 2,5%. Tiga raksasa consumer goods di Indonesia, yakni Wings Group, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Kao Indonesia, makin ketat bersaing di pasar deterjen di indonesia. Berdasarkan penelusur

140 Daftar Judul Riset Pemasaran Produk Industri

Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah salah satu kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil penelitian . Riset Pemasaran dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.  Tujuan Riset Pemasaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara objektif kenyataan yang ada. Bebas dari pengaruh keinginan pribadi (political biases). Riset pemasaran sebagai alat bantu Manager menghubungkan antara variabel pemasaran, konsumen, dan lingkungan. Metode pengumpulan data antara lain melalui survei, wawancara, menyebar kuesioner, observasi, dan eksperimen (kuantitatif). Data primer (kualitatif) diperoleh melalui wawanc