Langsung ke konten utama

Inilah Tren Terbaru Harga Baja

Kenaikan harga baja dunia tampaknya tidak terbendung setelah pada April 2016 harga komoditas ini meroket 15% menjadi US$ 415-US$ 425 per ton dibanding Maret tahun ini di posisi US$ 360-US$ 370 per ton. Kenaikan harga yang signifikan tersebut membuat posisi harga baja pada April 2016 sama seperti bulan April tahun lalu, mengindikasikan proses rebound harga telah terbentuk secara lengkap.

Hal itu terlihat dalam riset duniaindustri.com berdasarkan data Middle East Steel untuk harga baja dengan patokan HRC ukuran >=2 milimeter dari China. Kenaikan harga baja dunia telah berlangsung sedikitnya tiga bulan terakhir pada awal 2016, menandakan penguatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global.

Kenaikan harga yang cukup tajam pada April 2016 akan memulihkan kepercayaan pelaku industri baja di dunia bahwa permintaan terus menguat sehingga mendorong harga ke atas. Dalam empat bulan terakhir sejak level terendah, harga baja dunia telah naik sekitar 42% ke level US$ 415-US$ 425 per ton.

Harga baja dunia telah melalui level terendah pada akhir 2015 di kisaran US$ 300-310 per ton, tepatnya pada Desember 2015. Setelah itu, harga baja dunia secara berangsung tapi pasti menunjukkan kenaikan.

Pada akhir 2015, harga baja dunia sempat bergejolak di tataran terendah sebelum akhirnya jatuh kembali pada Desember 2015. Pada November 2015, harga baja terutama HRC impor kembali turun ke level US$ 317 per ton, anjlok 12% dibanding September 2015 di posisi US$ 360 per ton. Menurut data duniaindustri.com yang dikompilasi dari beberapa produsen, harga baja HRC lokal dan HRC impor anjlok cukup dalam sejak awal 2015.

Pada Januari 2015, HRC impor berada di posisi US$ 553 per ton dan terus turun menjadi US$ 409 per ton pada Juli 2015, sebelum akhirnya turun hingga dasar pada Desember 2015. Sementara harga HRC lokal juga menunjukkan tren yang sama. Harga HRC lokal pada Januari 2015 berada di level Rp 7.350 per kilogram, dan kemudian turun hingga Rp 6.700 per kg pada Mei 2015, sebelum akhirnya turun lagi ke posisi Rp 5.700 per kilogram pada November 2015.

Penurunan harga HRC mempengaruhi harga produk hilir baja seperti pipa baja. Harga pipa baja pada Januari 2015 mencapai Rp 9.482 per kg dan turun terus menjadi Rp 8.126 per kg pada November 2015.

Harga baja dunia terus melemah seiring minimnya sentimen perbaikan harga komoditas di pasar internasional. Penurunan harga yang terus berlanjut masih disebabkan oleh rendahnya harga komoditas di pasar internasional, perbaikan ekonomi global yang belum signifikan, serta kelebihan pasokan baja di China sebagai produsen terbesar dunia. Sementara konsumsi baja global melambat seiring perlambatan perekonomian dunia.

Di China sendiri, perlambatan perekonomian negeri ini dalam lima tahun terakhir menjadi 7,4% pada 2014 telah memangkas konsumsi baja sebesar 6,62% menjadi 54,34 juta ton tahun lalu. Padahal, produksi baja China tetap tumbuh 1,52% menjadi 63,3 juta ton pada periode yang sama.

Dampaknya, China mengalami kelebihan pasokan sekitar 8,96 juta ton pada 2014, lebih tinggi dibanding posisi 2013 sebesar 4,16 juta ton. Kelebihan pasokan dari China itu kemudian diekspor dan berpotensi membanjiri pasar di Asia, terutama negara dengan aktivitas infrastruktur tinggi seperti Indonesia.(*)

Baca selengkapnya di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Database Lengkap Industri Perikanan, Hasil Laut, dan Olahannya

Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dirilis pada minggu pertama Februari 2018 menampilkan data komprehensif, tren perkembangan, infografis menarik , terkait industri perikanan dan hasil laut (rumput laut, ikan surimi, udang, tuna tongkol cakalang, kepiting & rajungan, cumi & gurita). Diperkuat dengan tren produksi, sebaran lokasi, serta nama produsen, data komprehensif ini diharapkan dapat memperkaya database persaingan pasar guna menentukan arah strategi bisnis ke depan. Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2-4). Dengan dukungan jumlah penduduk yang besar, pasar industri perikanan dan hasil laut cukup prospektif dan atraktif baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Pada halaman 5, ditampilkan tabel tren perkembangan konsumsi

Tren Nilai Pasar Industri Detergent di Indonesia

Nilai pasar (market size) industri deterjen di Indonesia diestimasi tumbuh 3,5% menjadi Rp 10,11 triliun pada 2016 dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 9,77 triliun, menurut riset duniaindustri.com . Momentum perbaikan perekonomian Indonesia dan daya beli konsumen akan menopang pertumbuhan market size industri deterjen tahun ini. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan market size industri deterjen cukup fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2014 sebesar 6% menjadi Rp 9,54 triliun. Namun, perlambatan perekonomian nasional, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta kejatuhan harga komoditas dunia ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan industri deterjen pada 2015. Tahun lalu, market size industri deterjen diperkirakan tumbuh melambat menjadi 2,5%. Tiga raksasa consumer goods di Indonesia, yakni Wings Group, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Kao Indonesia, makin ketat bersaing di pasar deterjen di indonesia. Berdasarkan penelusur

140 Daftar Judul Riset Pemasaran Produk Industri

Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah salah satu kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil penelitian . Riset Pemasaran dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.  Tujuan Riset Pemasaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara objektif kenyataan yang ada. Bebas dari pengaruh keinginan pribadi (political biases). Riset pemasaran sebagai alat bantu Manager menghubungkan antara variabel pemasaran, konsumen, dan lingkungan. Metode pengumpulan data antara lain melalui survei, wawancara, menyebar kuesioner, observasi, dan eksperimen (kuantitatif). Data primer (kualitatif) diperoleh melalui wawanc