Kebijakan perdagangan yang dinilai lebih pro kepada importir pedagang dituding sebagai biang keladi defisit neraca perdagangan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan benang Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa tahun 2018 merupakan kinerja perdagangan terburuk di era pemerintahan Presiden Jokowi.
“Dan sepertinya akan terus berlanjut di tahun 2019, karena pertumbuhan neracanya masih negative,” kata Redma seperti dikonfirmasi tim Duniaindustri.com di Jakarta, Jumat (9/8).
Redma menjelaskan, meskipun neraca perdagangan non-migas masih positif, namun pertumbuhannya negatif ditambah dengan neraca migas yang memang sudah negatif. “Jadi tidak aneh kalau dalam 2 tahun ke depan dipastikan neraca non-migas ikut negatif sehingga menambah besar defisit neraca perdagangan” tambahnya.
Menurut Redma, keinginan Presiden untuk meningkatkan ekspor justru diterjemahkan keliru oleh beberapa pihak dengan memberikan fasilitas impor bahan baku yang jor-joran. “Kita lihat di 2017 akhir banyak keluar aturan yang memberikan karpet merah bagi produk impor dengan alasan mempermudah masuk bahan baku, alhasil di tahun impor terus naik non-migas naik 19,7% sedangkan ekspornya hanya naik 6,4%,” ujarnya.
Redma menambahkan, seharusnya pemerintah memprioritaskan bahan baku dari dalam negeri karena produsennya sudah ada. “Seperti di sektor tekstil dan produk tekstil, kan produsen sudah bisa memenuhi kebutuhan kain dalam negeri, kalau PERMENDAG 64 tahun 2017 buka impornya seperti ini ya produsen kainnya tertekan,” jelasnya.
“Kalau importir ya akan selalu bilang suplai kain dalam negeri kita kurang, karena kan memang mereka dapat untung dari situ” ungkapnya. Menurutnya importir tidak pernah pikirkan sektor industry yang selama ini menjadi tumpuan pemerintah dalam meraih devisa dan menyerap tenaga kerja. “Bahkan kelompok importir ini tidak peduli kalau neraca perdagangan kita defisit, dengan dalih bahan baku untuk IKM mereka coba terus pertahankan kebijakan pro impor seperti PERMENDAG 64 2017 ini,” tambahnya. “Jadi persoalan ini sederhana, pemerintah akan bangun industry dalam negeri atau mau pro impor,” pungkasnya.
Selamatkan Industri Nasional
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Rizal Tanzil menyampaikan keluhan para IKM tenun dan rajut sudah mengurangi produksi 30%-40% sehingga utilisasi produksinya hanya tinggal 50% akibat banjir impor kain yang difasilitasi PERMENDAG 64 tahun 2017.
Rizal menjelaskan bahwa PERMENDAG 64 2017 telah memberikan fasilitas impor tanpa batas dan tanpa kontrol kepada para pedagang pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U). “Impor bahan baku dari API-U yang seharusnya disalurkan ke IKM ternyata sebagian besar langsung dijual dipasar, bahkan sekarang mulai masuk barang jadinya,” tegasnya.
“Para IKM tenun dan rajut di wilayah Majalaya meminta agar PERMENDAG 64 segera dicabut,” lanjut Rizal. Untuk itu pihaknya meminta Presiden Jokowi untuk secara tegas berpihak kepada produsen dalam negeri. “Kalau concern pemerintah adalah IKM, perbaikan neraca perdagangan dan penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya, Presiden Jokowi harus segera perintahkan pencabutan PERMENDAG 64 ini,” ungkapnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI), Suharno Rusdi mengamini bahwa kondisi industry TPT saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan informasi dari sebagian besar anggotanya yang tersebar berbagai industry TPT, saat ini stok digudang sangat tinggi. “Bahkan di kuartal 2 2019, sekitar 20 perusahaan tidak lagi memperpanjang kontrak sekitar 36 ribu karyawannya,” ungkap Suharno. “Industri ini harus segera diselamatkan,” tegasnya.
Suharno menjelaskan bahwa pasar dalam negeri sangat besar dengan pertumbuhan konsumsi sekitar 6% pertahun. “Konsumsi perkapita kita saat ini 8,13 kg dan masih akan terus tumbuh hingga lebih dari 12 kg, nilai transaksi dari hulu ke hilir tahun 2018 mencapai USD 34 milyar jauh lebih besar ketimbang kemampuan ekspor kita yang hanya USD 13 milyar,” katanya.
IKATSI meminta pemerintah tidak jor-joran membuka impor bahan baku dengan alasan ekspor maupun IKM, ditengah tekanan dipasar ekspor substitusi impor adalah jawaban untuk menyelamatkan sektor TPT nasional. “Kemudahan bahan baku untuk ekspor kan sudah difasilasti melalui Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), sedangkan bahan baku untuk IKM kan sudah bisa disuplai oleh produk dalam negeri yang sebagiannya juga IKM, jadi tidak perlu lagi PERMENDAG 64 membuka impor dengan alasan ini,” jelasnya.
Selanjutnya Suharno menyatakan bahwa IKATSI sedang berupaya untuk mendorong lahirnya undang-undang ketahanan sandang sebagai acuan produk hukum lain yang terkait industri tekstil. “Saat ini banyak produk hukum yang tidak mendukung perbaikan kinerja industri TPT, dengan adanya UU ketahanan Sandang produk hukum lain terkait industri ini harus mengacu pada undang-undang ini,” pungkasnya.(*/tim redaksi 07 & 08/Safarudin/Indra Prasojo)
Sumber: klik di sini
Market database
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 169 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
“Dan sepertinya akan terus berlanjut di tahun 2019, karena pertumbuhan neracanya masih negative,” kata Redma seperti dikonfirmasi tim Duniaindustri.com di Jakarta, Jumat (9/8).
Redma menjelaskan, meskipun neraca perdagangan non-migas masih positif, namun pertumbuhannya negatif ditambah dengan neraca migas yang memang sudah negatif. “Jadi tidak aneh kalau dalam 2 tahun ke depan dipastikan neraca non-migas ikut negatif sehingga menambah besar defisit neraca perdagangan” tambahnya.
Menurut Redma, keinginan Presiden untuk meningkatkan ekspor justru diterjemahkan keliru oleh beberapa pihak dengan memberikan fasilitas impor bahan baku yang jor-joran. “Kita lihat di 2017 akhir banyak keluar aturan yang memberikan karpet merah bagi produk impor dengan alasan mempermudah masuk bahan baku, alhasil di tahun impor terus naik non-migas naik 19,7% sedangkan ekspornya hanya naik 6,4%,” ujarnya.
Redma menambahkan, seharusnya pemerintah memprioritaskan bahan baku dari dalam negeri karena produsennya sudah ada. “Seperti di sektor tekstil dan produk tekstil, kan produsen sudah bisa memenuhi kebutuhan kain dalam negeri, kalau PERMENDAG 64 tahun 2017 buka impornya seperti ini ya produsen kainnya tertekan,” jelasnya.
“Kalau importir ya akan selalu bilang suplai kain dalam negeri kita kurang, karena kan memang mereka dapat untung dari situ” ungkapnya. Menurutnya importir tidak pernah pikirkan sektor industry yang selama ini menjadi tumpuan pemerintah dalam meraih devisa dan menyerap tenaga kerja. “Bahkan kelompok importir ini tidak peduli kalau neraca perdagangan kita defisit, dengan dalih bahan baku untuk IKM mereka coba terus pertahankan kebijakan pro impor seperti PERMENDAG 64 2017 ini,” tambahnya. “Jadi persoalan ini sederhana, pemerintah akan bangun industry dalam negeri atau mau pro impor,” pungkasnya.
Selamatkan Industri Nasional
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Rizal Tanzil menyampaikan keluhan para IKM tenun dan rajut sudah mengurangi produksi 30%-40% sehingga utilisasi produksinya hanya tinggal 50% akibat banjir impor kain yang difasilitasi PERMENDAG 64 tahun 2017.
Rizal menjelaskan bahwa PERMENDAG 64 2017 telah memberikan fasilitas impor tanpa batas dan tanpa kontrol kepada para pedagang pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U). “Impor bahan baku dari API-U yang seharusnya disalurkan ke IKM ternyata sebagian besar langsung dijual dipasar, bahkan sekarang mulai masuk barang jadinya,” tegasnya.
“Para IKM tenun dan rajut di wilayah Majalaya meminta agar PERMENDAG 64 segera dicabut,” lanjut Rizal. Untuk itu pihaknya meminta Presiden Jokowi untuk secara tegas berpihak kepada produsen dalam negeri. “Kalau concern pemerintah adalah IKM, perbaikan neraca perdagangan dan penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya, Presiden Jokowi harus segera perintahkan pencabutan PERMENDAG 64 ini,” ungkapnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI), Suharno Rusdi mengamini bahwa kondisi industry TPT saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan informasi dari sebagian besar anggotanya yang tersebar berbagai industry TPT, saat ini stok digudang sangat tinggi. “Bahkan di kuartal 2 2019, sekitar 20 perusahaan tidak lagi memperpanjang kontrak sekitar 36 ribu karyawannya,” ungkap Suharno. “Industri ini harus segera diselamatkan,” tegasnya.
Suharno menjelaskan bahwa pasar dalam negeri sangat besar dengan pertumbuhan konsumsi sekitar 6% pertahun. “Konsumsi perkapita kita saat ini 8,13 kg dan masih akan terus tumbuh hingga lebih dari 12 kg, nilai transaksi dari hulu ke hilir tahun 2018 mencapai USD 34 milyar jauh lebih besar ketimbang kemampuan ekspor kita yang hanya USD 13 milyar,” katanya.
IKATSI meminta pemerintah tidak jor-joran membuka impor bahan baku dengan alasan ekspor maupun IKM, ditengah tekanan dipasar ekspor substitusi impor adalah jawaban untuk menyelamatkan sektor TPT nasional. “Kemudahan bahan baku untuk ekspor kan sudah difasilasti melalui Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), sedangkan bahan baku untuk IKM kan sudah bisa disuplai oleh produk dalam negeri yang sebagiannya juga IKM, jadi tidak perlu lagi PERMENDAG 64 membuka impor dengan alasan ini,” jelasnya.
Selanjutnya Suharno menyatakan bahwa IKATSI sedang berupaya untuk mendorong lahirnya undang-undang ketahanan sandang sebagai acuan produk hukum lain yang terkait industri tekstil. “Saat ini banyak produk hukum yang tidak mendukung perbaikan kinerja industri TPT, dengan adanya UU ketahanan Sandang produk hukum lain terkait industri ini harus mengacu pada undang-undang ini,” pungkasnya.(*/tim redaksi 07 & 08/Safarudin/Indra Prasojo)
Sumber: klik di sini
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Annual report
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 169 database, klik di sini** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 169 database, klik di sini
- Butuh 22 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
Komentar
Posting Komentar