Langsung ke konten utama

Membongkar Rencana Penyederhaan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah berencana menyederhanakan lapisan tarif cukai rokok yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Tembakau. Untuk tahun ini, lapisan tarif cukai rokok berjumlah 10 bagian. Sedangkan dari 2019 sampai 2021 nanti, tarif cukai rokok disederhanakan setiap tahunnya menjadi 8 lapis, 6 lapis, dan 5 lapis.

Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai dilakukan untuk menciptakan keadilan di industri rokok. “Semakin detail karena pengusaha dari gurem sampai raksasa harus ada keadilan. Semakin banyak itu jadi rumit, makanya butuh penyederhanaan,” kata Pelaksana tugas Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Dirjen Bea Cukai Nugroho Wahyu Widodo.

Menurut dia, dengan kebijakan ini, pemerintah ingin menghilangkan potensi kecurangan di industri rokok. Pihaknya menemukan indikasi pabrikan besar di lapisan atas justru membayar tarif cukai di lapisan bawah. “Ada indikasi yang gede masuk ke yang kecil, tapi tidak semuanya. Jadi memang perlu diatur proporsi masing-masing untuk keadilan,” ujar Nugroho.

Senada, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Abdillah Ahsan mendukung rencana tersebut. Apalagi, sistem tarif cukai di Indonesia dinilai terlalu rumit sebelum ada kebijakan simplifikasi. “Semakin sederhana kebijakan, semakin baik dan mudah diimplementasikan,” katanya.

Abdillah melanjutkan banyak layer tarif menciptakan persaingan tidak sehat di industri rokok. “Sistem yang rumit seperti memproteksi bagi pengusaha rokok yang satu dan menekan pengusaha lainnya,” ujarnya.

Kalangan anggota DPR juga meminta pemerintah mempercepat penyederhanaan penggolongan tarif cukai rokok menjadi lima lapis pada 2019 mendatang. Dengan percepatan tersebut diharapkan semakin menciptakan keadilan di industri rokok nasional.

“Menurut saya lebih cepat lebih bagus, karena target lima layer di tahun 2021. Kalau bisa di 2019 atau 2020 sudah lima layer. Ini untuk faktor keadilan,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Amir Uskara.

Sebelum adanya kebijakan pemangkasan layer tarif cukai rokok, lanjut Amir, banyak pabrikan yang berbuat curang. “Kadang yang produksi 3 miliar per batang dikurangi jadi 2,9 miliar per batang supaya tidak kena. Karena itu, dari dulu kami minta Kementerian Keuangan untuk meminimalisasi,” ungkap dia.

Kebijakan Kontraproduktif
Namun, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) justru menilai kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai rokok merupakan kebijakan yang kontraproduktif. Sebab kebijakan tersebut akan menjadi ancaman bagi eksistensi industri kretek nasional.

“Regulasi mengenai cukai merupakan instrumen bagi kepentingan pengendalian tembakau di Indonesia. Terlihat dari adanya indikator pengendalian konsumsi rokok pada regulasi cukai,” kata koordinator KNPK, Azami Mohammad dalam siaran pers.

Menurutnya, cukai tak hanya dilihat sebagai instrumen pendapatan negara, tetapi juga ada indikator pengendalian konsumsi rokok di dalamnya. “Cukai merupakan instrumen dari pengendalian tembakau. Lihat saja jika ada kebijakan kenaikan tarif cukai, pasti ada pertimbangan pengendalian konsumsi, selain tentunya kepentingan pendapatan negara,” ujarnya.

Azami menambahkan, kebijakan mengenai cukai rokok jika memang murni untuk kepentingan pendapatan negara, maka seharusnya kebijakan cukai tidak menjadi beban bagi industri kretek. Pasalnya, konsumen (perokok) terus-menerus dikenakan kenaikan harga atas kebijakan cukai yang naik setiap tahunnya.

Di lain sisi, konsumen sedang berada dalam kondisi daya beli yang cenderung menurun. Hal ini berdampak pada lesunya industri sehingga negara memiliki potensi lost pendapatan yang besar hingga ratusan triliun rupiah.

“Faktanya cukai justru membebankan industri kretek. Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi setiap tahunnya mengakibatkan industri mengalami penurunan produksi dan banyak pabrikan kretek yang gulung tikar, sekarang saja hanya tinggal 100 pabrikan yang masih berjalan produksi,” tambahnya.(*)

Sumber: klik di sini

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 159 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider, klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Database Lengkap Industri Perikanan, Hasil Laut, dan Olahannya

Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dirilis pada minggu pertama Februari 2018 menampilkan data komprehensif, tren perkembangan, infografis menarik , terkait industri perikanan dan hasil laut (rumput laut, ikan surimi, udang, tuna tongkol cakalang, kepiting & rajungan, cumi & gurita). Diperkuat dengan tren produksi, sebaran lokasi, serta nama produsen, data komprehensif ini diharapkan dapat memperkaya database persaingan pasar guna menentukan arah strategi bisnis ke depan. Data Komprehensif Industri Perikanan dan Hasil Laut 2012-2017 (Tren Konsumsi Ikan & Peluang Pasar) ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2-4). Dengan dukungan jumlah penduduk yang besar, pasar industri perikanan dan hasil laut cukup prospektif dan atraktif baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Pada halaman 5, ditampilkan tabel tren perkembangan konsumsi

Tren Nilai Pasar Industri Detergent di Indonesia

Nilai pasar (market size) industri deterjen di Indonesia diestimasi tumbuh 3,5% menjadi Rp 10,11 triliun pada 2016 dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 9,77 triliun, menurut riset duniaindustri.com . Momentum perbaikan perekonomian Indonesia dan daya beli konsumen akan menopang pertumbuhan market size industri deterjen tahun ini. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan market size industri deterjen cukup fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2014 sebesar 6% menjadi Rp 9,54 triliun. Namun, perlambatan perekonomian nasional, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta kejatuhan harga komoditas dunia ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan industri deterjen pada 2015. Tahun lalu, market size industri deterjen diperkirakan tumbuh melambat menjadi 2,5%. Tiga raksasa consumer goods di Indonesia, yakni Wings Group, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Kao Indonesia, makin ketat bersaing di pasar deterjen di indonesia. Berdasarkan penelusur

140 Daftar Judul Riset Pemasaran Produk Industri

Riset Pemasaran atau Marketing Research adalah salah satu kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi hasil penelitian . Riset Pemasaran dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset pemasaran dapat dipakai untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.  Tujuan Riset Pemasaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat menjelaskan secara objektif kenyataan yang ada. Bebas dari pengaruh keinginan pribadi (political biases). Riset pemasaran sebagai alat bantu Manager menghubungkan antara variabel pemasaran, konsumen, dan lingkungan. Metode pengumpulan data antara lain melalui survei, wawancara, menyebar kuesioner, observasi, dan eksperimen (kuantitatif). Data primer (kualitatif) diperoleh melalui wawanc