Laba perusahaan semen di Indonesia pada kuartal I 2018 belum menggembirakan, lantaran tertekan lonjakan harga batubara. Hal itu tercermin dari kinerja laba market leader industri semen, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), yang mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 44,8% di kuartal I 2018 menjadi Rp412 miliar dari periode sama tahun lalu sebesar Rp747 miliar.
Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia, mengatakan pendapatan perseroan sepanjang kuartal pertama tahun ini naik menjadi Rp6,6 triliun dibandingkan kuartal I tahun lalu sebesar Rp6,3 triliun. Namun, beban perseroan meningkat lebih besar, yakni 10% menjadi Rp4,9 triliun dari sebelumnya sebesar Rp4,5 triliun.
“Cost of revenue naik karena adanya kenaikan harga batubara. Dulu di kuartal I 2017 harganya rendah, sekarang kenaikannya sekitar 20%,” tuturnya, beberapa waktu lalu.
Selain beban pendapatan, meningkatnya beban keuangan Semen Indonesia sepanjang kuartal I-2018 menekan margin laba perseroan. Menurut Agung, Semen Indonesia perlu mulai membayar biaya pinjaman yang digunakan untuk proyek-proyek utamanya seperti pabrik Indarung dan Rembang.
“Kami mulai membayar utang untuk proyek Indarung dan Rembang. Kemudian mulai masuk depresiasi beberapa proyek-proyek baru yang belum bisa beroperasi penuh. Ini yang membuat di laba bersih turun signifikan,” imbuhnya.
Di sisi lain, kondisi industri semen domestik masih tertekan akibat adanya kelebihan pasokan (oversupply). Hal itu terjadi karena sejumlah perusahaan mengalami kelebihan kapasitas. Dia mencatat, setidaknya kapasitas terpasang pabrik semen domestik hingga sekitar 107 juta ton. Sementara, permintaan domestik tahun ini diperkirakan bakal mencapai 70-72 juta ton. “Jadi ada over kapasitas hampir 37 juta ton tahun ini,” terang Agung.
Menurut Agung, kondisi itu membuat tekanan harga di pasar. Tekanan harga juga terjadi karena banyak pemain-pemain baru di industri semen yang mencari pangsa pasar. Dengan kondisi-kondisi yang telah digambarkan, Agung menilai kondisi keuangan Semen Indonesia masih akan tertekan hingga akhir 2018. Meski begitu, Semen Indonesia akan berupaya mempertahankan pangsa pasar (market share) di industri semen domestik.
Pada 2017, Semen Indonesia menguasai market share sekitar 40,83 persen dari total konsumsi semen nasional sebanyak 66,34 juta ton. Sementara Agung mengungkapkan bahwa perseroan tahun lalu memproduksi sebanyak 31 juta ton semen, atau 85 persen dari total kapasitas produksi perseroan sebanyak 34 juta ton. “Secara utilisasi pabrik kami masih lebih baik dari perusahaan lain,” ujarnya.
Terus Tertekan
Tiga perusahaan semen yang terdaftar di pasar modal Indonesia mengalami tekanan cukup besar di sepanjang 2017. Ketiga perusahaan itu yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).
Laba ketiga perusahaan tersebut mengalami penurunan sepanjang 2017. Demikian seperti dikutip dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Laba Semen Indonesia turun 54,95 persen menjadi Rp2,04 triliun di 2017 dari posisi Rp4,53 triliun di akhir 2016. Akan tetapi, angka pendapatan naik dari posisi Rp26,13 triliun menjadi Rp27,81 triliun di tahun lalu. Sementara itu beban pokok pendapatan SMGR menjadi Rp19,8 triliun di 2017. Dengan begitu laba kotor Semen Indonesia menjadi Rp7,95 triliun, atau turun dari posisi Rp9,85 triliun.
Perusahaan mencatatkan beban penjualan turun menjadi Rp2,41 triliun pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,71 triliun. Beban umum dan administrasi naik 11,96 persen menjadi Rp2,42 triliun. Penghasilan keuangan turun menjadi Rp168,67 miliar pada 2017.
Sedangkan untuk kinerja Indocement juga mengalami penyusutan laba sebesar 51,94 persen menjadi Rp1,85 triliun di tahun lalu, padahal laba sebelumnya Rp3,87 triliun di 2016.
Menyusutnya laba INTP terjadi karena adanya penurunan pendapatan dan membengkaknya beban pokok pendapatan. Bayangkan saja, pendapatan perusahaan turun menjadi Rp14,43 triliun dari posisi sebelumnya Rp15,36 triliun.
Tingkat beban pokok pendapatan meningkat menjadi Rp9,42 triliun dari posisi sebelumnya Rp9,03 triliun. Laba bruto Indocement juga turun menjadi Rp5 triliun dari posisi sebelumnya Rp6,33 triliun. Laba usaha turun menjadi Rp1,87 triliun dari Rp3,64 triliun dan laba sebelum pajak turun jadi Rp2,28 triliun dari Rp4,14 triliun.
Adapun untuk kinerja Semen Baturaja senada dengan Semen Indonesia dan Indocement. Laba SMBR turun dari Rp259,09 miliar di akhir 2016 menjadi Rp146,59 miliar per Desember 2017. Penyusutan laba SMBR dikarenakan pendapatan perusahaan tumbuh tipis, dari Rp1,52 triliun menjadi Rp1,55 triliun. Secara keseluruhan, penjualan semen SMBR mencapai 1.762.137 ton, meningkat delapan persen dibanding 2016.(*)
Sumber: klik di sini
Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia, mengatakan pendapatan perseroan sepanjang kuartal pertama tahun ini naik menjadi Rp6,6 triliun dibandingkan kuartal I tahun lalu sebesar Rp6,3 triliun. Namun, beban perseroan meningkat lebih besar, yakni 10% menjadi Rp4,9 triliun dari sebelumnya sebesar Rp4,5 triliun.
“Cost of revenue naik karena adanya kenaikan harga batubara. Dulu di kuartal I 2017 harganya rendah, sekarang kenaikannya sekitar 20%,” tuturnya, beberapa waktu lalu.
Selain beban pendapatan, meningkatnya beban keuangan Semen Indonesia sepanjang kuartal I-2018 menekan margin laba perseroan. Menurut Agung, Semen Indonesia perlu mulai membayar biaya pinjaman yang digunakan untuk proyek-proyek utamanya seperti pabrik Indarung dan Rembang.
“Kami mulai membayar utang untuk proyek Indarung dan Rembang. Kemudian mulai masuk depresiasi beberapa proyek-proyek baru yang belum bisa beroperasi penuh. Ini yang membuat di laba bersih turun signifikan,” imbuhnya.
Di sisi lain, kondisi industri semen domestik masih tertekan akibat adanya kelebihan pasokan (oversupply). Hal itu terjadi karena sejumlah perusahaan mengalami kelebihan kapasitas. Dia mencatat, setidaknya kapasitas terpasang pabrik semen domestik hingga sekitar 107 juta ton. Sementara, permintaan domestik tahun ini diperkirakan bakal mencapai 70-72 juta ton. “Jadi ada over kapasitas hampir 37 juta ton tahun ini,” terang Agung.
Menurut Agung, kondisi itu membuat tekanan harga di pasar. Tekanan harga juga terjadi karena banyak pemain-pemain baru di industri semen yang mencari pangsa pasar. Dengan kondisi-kondisi yang telah digambarkan, Agung menilai kondisi keuangan Semen Indonesia masih akan tertekan hingga akhir 2018. Meski begitu, Semen Indonesia akan berupaya mempertahankan pangsa pasar (market share) di industri semen domestik.
Pada 2017, Semen Indonesia menguasai market share sekitar 40,83 persen dari total konsumsi semen nasional sebanyak 66,34 juta ton. Sementara Agung mengungkapkan bahwa perseroan tahun lalu memproduksi sebanyak 31 juta ton semen, atau 85 persen dari total kapasitas produksi perseroan sebanyak 34 juta ton. “Secara utilisasi pabrik kami masih lebih baik dari perusahaan lain,” ujarnya.
Terus Tertekan
Tiga perusahaan semen yang terdaftar di pasar modal Indonesia mengalami tekanan cukup besar di sepanjang 2017. Ketiga perusahaan itu yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).
Laba ketiga perusahaan tersebut mengalami penurunan sepanjang 2017. Demikian seperti dikutip dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Laba Semen Indonesia turun 54,95 persen menjadi Rp2,04 triliun di 2017 dari posisi Rp4,53 triliun di akhir 2016. Akan tetapi, angka pendapatan naik dari posisi Rp26,13 triliun menjadi Rp27,81 triliun di tahun lalu. Sementara itu beban pokok pendapatan SMGR menjadi Rp19,8 triliun di 2017. Dengan begitu laba kotor Semen Indonesia menjadi Rp7,95 triliun, atau turun dari posisi Rp9,85 triliun.
Perusahaan mencatatkan beban penjualan turun menjadi Rp2,41 triliun pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,71 triliun. Beban umum dan administrasi naik 11,96 persen menjadi Rp2,42 triliun. Penghasilan keuangan turun menjadi Rp168,67 miliar pada 2017.
Sedangkan untuk kinerja Indocement juga mengalami penyusutan laba sebesar 51,94 persen menjadi Rp1,85 triliun di tahun lalu, padahal laba sebelumnya Rp3,87 triliun di 2016.
Menyusutnya laba INTP terjadi karena adanya penurunan pendapatan dan membengkaknya beban pokok pendapatan. Bayangkan saja, pendapatan perusahaan turun menjadi Rp14,43 triliun dari posisi sebelumnya Rp15,36 triliun.
Tingkat beban pokok pendapatan meningkat menjadi Rp9,42 triliun dari posisi sebelumnya Rp9,03 triliun. Laba bruto Indocement juga turun menjadi Rp5 triliun dari posisi sebelumnya Rp6,33 triliun. Laba usaha turun menjadi Rp1,87 triliun dari Rp3,64 triliun dan laba sebelum pajak turun jadi Rp2,28 triliun dari Rp4,14 triliun.
Adapun untuk kinerja Semen Baturaja senada dengan Semen Indonesia dan Indocement. Laba SMBR turun dari Rp259,09 miliar di akhir 2016 menjadi Rp146,59 miliar per Desember 2017. Penyusutan laba SMBR dikarenakan pendapatan perusahaan tumbuh tipis, dari Rp1,52 triliun menjadi Rp1,55 triliun. Secara keseluruhan, penjualan semen SMBR mencapai 1.762.137 ton, meningkat delapan persen dibanding 2016.(*)
Sumber: klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 154 database, klik di sini
- Butuh 20 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 14 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar