Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menilai perkembangan teknologi digital
merupakan keniscayaan yang dapat membantu akselerasi pertumbuhan
industri manufaktur di Indonesia. Karena itu, Menteri Airlangga mengajak
agar industri nasional baik skala besar maupun sektor IKM dapat
memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini dalam upaya kesiapan
menghadapi era Industry 4.0.
“Pada tahun 2017, kami menyusun roadmap implementasi Industry 4.0 agar dapat diterapkan pada industri manufakturing nasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com, belum lama ini. Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, teknologi itu bisa menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12%-15%.
Misalnya, lanjut dia, penggunaan teknologi internet of things (IoT) atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, terdapat pula teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Sejumlah sektor industri nasional yang siap menghadapi Industry 4.0 karena telah menerapkan teknologi manufaktur yang modern, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.
Hingga saat ini, industri manufaktur nasional semakin memperlihatkan kinerja yang positif. Kemenperin mencatat, cabang industri pengolahan nonmigas yang mengalami pertumbuhan tertinggi di atas pertumbuhan ekonomi pada triwulan II/2017 dicapai oleh industri logam sebesar 7,50 persen, industri kimia, farmasi dan obat tradisional 7,38 persen, industri makanan dan minuman 7,19 persen, serta industri mesin dan perlengkapan 6,72 persen.
Industri pengolahan non-migas juga memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2017 sebesar 17,94 persen. Kontribusi ini terbesar dibandingkan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.
Menperin menegaskan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kontribusi industri manufakturnya terhadap PDB lebih dari 20 persen. Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Korea Selatan dengan sumbangan 29 persen, Tiongkok (27%), dan Jerman (23%).
Berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia untuk Manufacturing Value Added atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10. Peringkat ke-9 ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.
Oleh karenanya, Kemenperin terus memacu hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Program hilirisasi industri berbasis agro dan tambang mineral telah menghasilkan berbagai produk hilir antara lain turunan kelapa sawit, stainless steel, dan smartphone,” jelasnya.
Kapasitas produksi kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2017 meningkat menjadi 60,75 juta ton dibanding tahun 2014 yang mencapai 49,7 juta ton dan ditargetkan pada dua tahun ke depan sebesar 65 juta ton. Untuk jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, pada tahun 2014 sekitar 126 produk, periode 2015-2017 meningkat menjadi 154 produk, dan ditargetkan tahun 2018-2019 lebih dari 170 produk. Demikian juga rasio ekspor produk hulu-hilir kelapa sawit, meningkat dari 34 persen CPO dan 66 persen turunannya menjadi 22 persen CPO dan 78 persen produk turunan kelapa sawit.
Di sektor logam, terjadi peningkatan hilirisasi yang juga signifikan, di mana pada periode tahun 2015-2017 telah berproduksi industri smelter terintegrasi dengan produk turunannya berupa stainless steel dengan kapasitas dua juta ton dan diprediksi akan terus meningkat hingga tiga juta ton pada akhir tahun 2019, jika dibandingkan dengan tahun 2014 hanya mencapai 65 ribu ton produk setengah jadi berupa ferro nickel dan nickel matte.
Sementara itu, kapasitas produksi smartphone pada periode tahun 2015-2017 meningkat menjadi 26,55 juta unit dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 18,65 juta unit. Produksi semen pada tahun 2015-2017 juga naik menjadi 112,97 juta ton dibading tahun 2014 sebesar 69,45 juta ton.
Fokus kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK pada tahun ketiga adalah kerja bersama (#Kerja3ersama) untuk pemerataan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian bertekad mewujudkan visi tersebut melalui program prioritas yang diarahkan pada pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas industri.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang menerima amanah pada reshuffle jilid II Kabinet Kerja mengatakan, arah kebijakan pembangunan industri nasional itu berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Di samping itu, sesuai dengan tiga butir yang terkait peran sektor industri dari sembilan Nawacita yang ditetapkan oleh Jokowi-JK.
Pertama, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kedua, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
“Dalam upaya mendorong penyebaran industri yang merata sekaligus mewujudkan Indonesia sentris, Kemenperin telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri khususnya di luar Pulau Jawa,” ujarnya.
Pada tahun 2015 hingga 2017, telah dibangun tiga kawasan industri baru di Pulau Jawa dan tujuh kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 38.432 orang. Untuk kawasan industri baru di luar Pulau Jawa yang telah beroperasi, antara lain di Sei Mangkei (Sumatera Utara), Morowali (Sulawesi Tengah), Bantaeng (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), dan Konawe (Sulawesi Tenggara).
“Potensi pembangunan kawasan industri masih cukup besar dengan adanya sumber kekayaan alam yang tersebar, sehingga pada dua tahun mendatang diprediksi pertumbuhan kawasan industri baru akan terus meningkat dengan dibangun delapan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 296,3 ribu orang,” ungkap Airlangga.
Dalam program prioritas untuk menumbuhkan populasi industri, upaya Kemenperin telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Selama periode tahun 2015-2017, jumlah unit usaha industri menengah dan sedang mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu mencapai 4.433 unit usaha sampai triwulan II tahun 2017, jika dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1.288 unit usaha. Peningkatan ini ditargetkan akan terus berlangsung pada periode dua tahun ke depan hingga mencapai 8.488 unit usaha di akhir tahun 2019.
Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri pada periode tahun 2015-2017 ikut meningkat dari 15,39 juta orang pada tahun 2014 menjadi 16,57 juta orang sampai triwulan II tahun 2017 dan ditargetkan akan terus bertambah sampai akhir tahun 2019 hingga mencapai 17,1 juta orang tenaga kerja yang akan terserap oleh industri nasional.
Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, nilai investasi sektor industri juga meningkat menjadi Rp706,9 triliun pada periode tahun 2015-2017 dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai Rp195,6 triliun. Nilai investasi ini diprediksi akan terus meningkat lagi hingga mencapai Rp1.759 triliun pada periode dua tahun ke depan.
Program e-Smart IKM
Dalam upaya pengembangan industri kecil dan menengah (IKM), Kemenperin memfasilitasi pelaksanaan program e-Smart IKM. “e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada. Tujuannya untuk semakin meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing,” papar Menperin.
Program yang diinisiasi oleh Kemenperin sejak Januari 2017 tersebut mampu pula meningkatkan akses bahan baku, teknologi, dan modal serta memberikan panduan bagi pengambil kebijakan di dalam fungsi program pembinaan IKM yang lebih terintegrasi dan tepat sasaran. Hingga saat ini, sebanyak 1.165 unit IKM yang telah difasilitasi untuk membuka pasar secara on-line dan diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2019 hingga mencapai 9.510 unit usaha.
Di samping itu, hingga tahun 2017, ditargetkan jumlah IKM mencapai 182.000 unit dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 400.000 orang. Kemudian, Kemenperin mendorong penumbuhan wirausaha baru sebanyak 5.000 unit dan pengembangan 1.200 sentra IKM di seluruh Indonesia pada tahun ini juga.
IKM pun terus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup signifikan setiap tahun. Ini terlihatdari capaian pada 2016 sebesar Rp520 triliun atau meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015.Sedangkan, nilai tambah IKM pada tahun 2014 sekitar Rp373 triliun menjadi Rp439 triliun pada 2015atau naik 17,6 persen.
Peningkatan daya saing
Terkait langkah peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional, beberapa kebijakan inovatif yang telah ditelurkan pada masa kepemipinan Airlangga Hartarto, antara lain adalah program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri. Tujuannya adalah menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.
Program yang dimulai sejak Februari 2017 ini, Kemenperin sudah meluncurkan empat tahap hingga bulan Oktober, yaitu meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogayakarta, Jawa Barat serta Sumatera bagian utara (Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau). Dari keempat tahap tersebut, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 565 industri dan 1.795 SMK.
“Sampai saat ini, kami juga mampu menghasilkan 254.037 tenaga kerja kompeten yang bersertifikat. Upaya ini dalam memenuhi target Bapak Presiden untuk menghasilkan satu juta tenaga kerja kompeten melalui program pendidikan vokasi sampai tahun 2019,” paparnya.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 146 database, klik di sini
“Pada tahun 2017, kami menyusun roadmap implementasi Industry 4.0 agar dapat diterapkan pada industri manufakturing nasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com, belum lama ini. Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, teknologi itu bisa menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12%-15%.
Misalnya, lanjut dia, penggunaan teknologi internet of things (IoT) atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, terdapat pula teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Sejumlah sektor industri nasional yang siap menghadapi Industry 4.0 karena telah menerapkan teknologi manufaktur yang modern, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.
Hingga saat ini, industri manufaktur nasional semakin memperlihatkan kinerja yang positif. Kemenperin mencatat, cabang industri pengolahan nonmigas yang mengalami pertumbuhan tertinggi di atas pertumbuhan ekonomi pada triwulan II/2017 dicapai oleh industri logam sebesar 7,50 persen, industri kimia, farmasi dan obat tradisional 7,38 persen, industri makanan dan minuman 7,19 persen, serta industri mesin dan perlengkapan 6,72 persen.
Industri pengolahan non-migas juga memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2017 sebesar 17,94 persen. Kontribusi ini terbesar dibandingkan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.
Menperin menegaskan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kontribusi industri manufakturnya terhadap PDB lebih dari 20 persen. Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Korea Selatan dengan sumbangan 29 persen, Tiongkok (27%), dan Jerman (23%).
Berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia untuk Manufacturing Value Added atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10. Peringkat ke-9 ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.
Oleh karenanya, Kemenperin terus memacu hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Program hilirisasi industri berbasis agro dan tambang mineral telah menghasilkan berbagai produk hilir antara lain turunan kelapa sawit, stainless steel, dan smartphone,” jelasnya.
Kapasitas produksi kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2017 meningkat menjadi 60,75 juta ton dibanding tahun 2014 yang mencapai 49,7 juta ton dan ditargetkan pada dua tahun ke depan sebesar 65 juta ton. Untuk jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, pada tahun 2014 sekitar 126 produk, periode 2015-2017 meningkat menjadi 154 produk, dan ditargetkan tahun 2018-2019 lebih dari 170 produk. Demikian juga rasio ekspor produk hulu-hilir kelapa sawit, meningkat dari 34 persen CPO dan 66 persen turunannya menjadi 22 persen CPO dan 78 persen produk turunan kelapa sawit.
Di sektor logam, terjadi peningkatan hilirisasi yang juga signifikan, di mana pada periode tahun 2015-2017 telah berproduksi industri smelter terintegrasi dengan produk turunannya berupa stainless steel dengan kapasitas dua juta ton dan diprediksi akan terus meningkat hingga tiga juta ton pada akhir tahun 2019, jika dibandingkan dengan tahun 2014 hanya mencapai 65 ribu ton produk setengah jadi berupa ferro nickel dan nickel matte.
Sementara itu, kapasitas produksi smartphone pada periode tahun 2015-2017 meningkat menjadi 26,55 juta unit dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 18,65 juta unit. Produksi semen pada tahun 2015-2017 juga naik menjadi 112,97 juta ton dibading tahun 2014 sebesar 69,45 juta ton.
Fokus kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK pada tahun ketiga adalah kerja bersama (#Kerja3ersama) untuk pemerataan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian bertekad mewujudkan visi tersebut melalui program prioritas yang diarahkan pada pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas industri.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang menerima amanah pada reshuffle jilid II Kabinet Kerja mengatakan, arah kebijakan pembangunan industri nasional itu berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Di samping itu, sesuai dengan tiga butir yang terkait peran sektor industri dari sembilan Nawacita yang ditetapkan oleh Jokowi-JK.
Pertama, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kedua, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
“Dalam upaya mendorong penyebaran industri yang merata sekaligus mewujudkan Indonesia sentris, Kemenperin telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri khususnya di luar Pulau Jawa,” ujarnya.
Pada tahun 2015 hingga 2017, telah dibangun tiga kawasan industri baru di Pulau Jawa dan tujuh kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 38.432 orang. Untuk kawasan industri baru di luar Pulau Jawa yang telah beroperasi, antara lain di Sei Mangkei (Sumatera Utara), Morowali (Sulawesi Tengah), Bantaeng (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), dan Konawe (Sulawesi Tenggara).
“Potensi pembangunan kawasan industri masih cukup besar dengan adanya sumber kekayaan alam yang tersebar, sehingga pada dua tahun mendatang diprediksi pertumbuhan kawasan industri baru akan terus meningkat dengan dibangun delapan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 296,3 ribu orang,” ungkap Airlangga.
Dalam program prioritas untuk menumbuhkan populasi industri, upaya Kemenperin telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Selama periode tahun 2015-2017, jumlah unit usaha industri menengah dan sedang mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu mencapai 4.433 unit usaha sampai triwulan II tahun 2017, jika dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1.288 unit usaha. Peningkatan ini ditargetkan akan terus berlangsung pada periode dua tahun ke depan hingga mencapai 8.488 unit usaha di akhir tahun 2019.
Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri pada periode tahun 2015-2017 ikut meningkat dari 15,39 juta orang pada tahun 2014 menjadi 16,57 juta orang sampai triwulan II tahun 2017 dan ditargetkan akan terus bertambah sampai akhir tahun 2019 hingga mencapai 17,1 juta orang tenaga kerja yang akan terserap oleh industri nasional.
Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, nilai investasi sektor industri juga meningkat menjadi Rp706,9 triliun pada periode tahun 2015-2017 dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai Rp195,6 triliun. Nilai investasi ini diprediksi akan terus meningkat lagi hingga mencapai Rp1.759 triliun pada periode dua tahun ke depan.
Program e-Smart IKM
Dalam upaya pengembangan industri kecil dan menengah (IKM), Kemenperin memfasilitasi pelaksanaan program e-Smart IKM. “e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada. Tujuannya untuk semakin meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing,” papar Menperin.
Program yang diinisiasi oleh Kemenperin sejak Januari 2017 tersebut mampu pula meningkatkan akses bahan baku, teknologi, dan modal serta memberikan panduan bagi pengambil kebijakan di dalam fungsi program pembinaan IKM yang lebih terintegrasi dan tepat sasaran. Hingga saat ini, sebanyak 1.165 unit IKM yang telah difasilitasi untuk membuka pasar secara on-line dan diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2019 hingga mencapai 9.510 unit usaha.
Di samping itu, hingga tahun 2017, ditargetkan jumlah IKM mencapai 182.000 unit dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 400.000 orang. Kemudian, Kemenperin mendorong penumbuhan wirausaha baru sebanyak 5.000 unit dan pengembangan 1.200 sentra IKM di seluruh Indonesia pada tahun ini juga.
IKM pun terus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup signifikan setiap tahun. Ini terlihatdari capaian pada 2016 sebesar Rp520 triliun atau meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015.Sedangkan, nilai tambah IKM pada tahun 2014 sekitar Rp373 triliun menjadi Rp439 triliun pada 2015atau naik 17,6 persen.
Peningkatan daya saing
Terkait langkah peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional, beberapa kebijakan inovatif yang telah ditelurkan pada masa kepemipinan Airlangga Hartarto, antara lain adalah program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri. Tujuannya adalah menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.
Program yang dimulai sejak Februari 2017 ini, Kemenperin sudah meluncurkan empat tahap hingga bulan Oktober, yaitu meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogayakarta, Jawa Barat serta Sumatera bagian utara (Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau). Dari keempat tahap tersebut, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 565 industri dan 1.795 SMK.
“Sampai saat ini, kami juga mampu menghasilkan 254.037 tenaga kerja kompeten yang bersertifikat. Upaya ini dalam memenuhi target Bapak Presiden untuk menghasilkan satu juta tenaga kerja kompeten melalui program pendidikan vokasi sampai tahun 2019,” paparnya.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 146 database, klik di sini
** Butuh 19 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar