Guncangan pandemik global virus corona (covid-19) yang mengubah tatanan iklim usaha menguji tingkat ketahanan sektor industri berdasarkan karakternya masing-masing, terutama bagi perusahaan makanan minuman serta tekstil. Wabah virus ini yang membawa pergeseran mendasar berupa pembatasan sosial memberikan efek kejut yang luar biasa bagi sejumlah sektor industri dengan tingkat ketahanan finansial yang berbeda-beda.
Tingkat ketahanan industri itu tercermin dari tekanan keuangan yang terjadi karena perubahan karakteristik putaran arus kas. Ketika aktivitas masyarakat distop sehingga melumpuhkan denyut nadi ekonomi, transmisi gangguan itu kemudian menggetarkan perusahaan industri.
Data terbaru mengungkap bahwa mayoritas perusahaan industri di Indonesia terdampak paling keras (hard hit) oleh wabah corona, dimulai dari pembatasan sosial hingga melemahnya pasar secara dramatis. Apalagi diketahui sekitar 60% dari total perusahaan industri di Indonesia mengalami ekses negatif paling menderita (hard hit/hard suffer) akibat pandemi corona, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Selama sebulan penuh bahkan lebih, iklim usaha diobrak-abrik pandemi global yang meluluhlantahkan tatanan bisnis yang selama ini terbina. Penjualan sejumlah perusahaan industri terguncang pembatasan aktivitas sosial, diperparah dengan guncangan cash-flow terutama bagi industri skala menengah kecil. Duniaindustri.com mencermati guncangan arus kas terutama terjadi di sektor usaha skala menengah kecil yang menggantungkan pemasukan harian ataupun mingguan. Sementara industri besar masih bisa bertahan selama 2 bulan, meski masih terkendala distribusi dan logistik terutama terkait pasokan bahan baku dan pemasok yang biasanya ukuran bisnisnya lebih kecil.
Rantai pasok industri yang merupakan hubungan antara industri skala besar dan ratusan pemasok dengan skala usaha menengah ataupu kecil juga berpotensi terganggu oleh guncangan pandemi corona. Tanpa para pemasok, industri skala besar pun tampaknya akan kesulitan untuk menunjang keberlanjutan produksi dengan utilisasi optimal. Dampaknya berantai, baik industri skala besar maupun skala menengah kecil akan beroperasi di tingkat minimum untuk mengefisienkan cost. Kondisi itu yang diperkirakan terjadi di 60% perusahaan industri yang terdampak pandemi virus corona.
Di sektor makanan minuman, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menggelar survei internal di kalangan anggotanya. Hasilnya, cukup mencengangkan ketika 54% perusahaan makanan dan minuman hanya mampu bertahan 1-5 bulan di tengah pandemi virus corona. Artinya, lewat dari periode waktu tersebut, mereka berpotensi tak mampu bertahan.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman menjelaskan, dari 54% yang bertahan paling lama 5 bulan itu, enam persen di antaranya hanya mampu bertahan selama 1 bulan. Sedangkan 26% lainnya mampu bertahan 2-3 bulan, dan 22% sisanya dapat bertahan 4-5 bulan. "46% menyatakan masih bisa tahan sampai di atas 5 bulan. Sisanya, hanya tahan sekitar 1 sampai 5 bulan," kata Adhi dalam meeting online bersama Komisi VI DPR, Senin (27/4).
Dia juga menambahkan mayoritas perusahaan makanan minuman anggota Gapmmi atau setara 71% mengakui penjualan turun berkisar 20%-40% akibat pandemi corona. Pasalnya, pasar terbesar produk makanan dan minuman adalah pasar tradisional yang berkontribusi 71% -73% dari total pasar.
Di sisi lain, penjualan di pasar tradisional terjun setelah kemunculan pandemi covid-19. Sementara, kontribusi penjualan dari pasar modern hanya 26% hingga 27%. "Jadi, kalau di pasar modern pada saat panic buying, tetap luar biasa penjualannya. Tetapi kontribusi secara nasional masih besar di tradisional secara total. Kalau di pasar tradisional turun, pasti secara total akan turun pasar makanan dan minumannya," kata Adhi.
Ia menambahkan kenaikan penjualan online pun tak mampu mengangkat kinerja perusahaan makanan dan minuman. Sebab, pangsa pasar online sangat tipis, yakni 1 persen sampai 2 persen bagi perusahaan makanan minuman. Beberapa produk yang masih meningkat penjualannya, antara lain minyak goreng, susu, mi instan, biskuit, makanan kering, serta daging dan ikan beku.
"Untuk pasar online, memang ada laporan meningkat di beberapa marketplace, seperti Tokopedia dan lain sebagainya, peningkatan naik antara 500 persen sampai 600 persen. Tetapi basis online itu masih sangat kecil," tandasnya.
Berbeda dengan perusahaan makanan minuman, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat kondisi perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) sudah sangat mengkhawatirkan. Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menerangkan, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dari industri TPT telah mencapai 80% atau 2,1 juta pekerja.
"Market kita habis, baik untuk ekspor maupun lokal, anggota kami sudah menutup industrinya, karena kita lihat sudah 2,1 juta yang dirumahkan," ujar Jemmy.
Lebih lanjut saat ini arus kas industri TPT alami gangguan karena tidak ada pemasukan maupun pembayaran yang diterima mulai dari pesanan ekspor ataupun di dalam negeri. Jika tidak ada pembayaran, maka karyawan yang di PHK bakal terus bertambah.(*/)
Sumber: klik di sini
Tingkat ketahanan industri itu tercermin dari tekanan keuangan yang terjadi karena perubahan karakteristik putaran arus kas. Ketika aktivitas masyarakat distop sehingga melumpuhkan denyut nadi ekonomi, transmisi gangguan itu kemudian menggetarkan perusahaan industri.
Data terbaru mengungkap bahwa mayoritas perusahaan industri di Indonesia terdampak paling keras (hard hit) oleh wabah corona, dimulai dari pembatasan sosial hingga melemahnya pasar secara dramatis. Apalagi diketahui sekitar 60% dari total perusahaan industri di Indonesia mengalami ekses negatif paling menderita (hard hit/hard suffer) akibat pandemi corona, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Selama sebulan penuh bahkan lebih, iklim usaha diobrak-abrik pandemi global yang meluluhlantahkan tatanan bisnis yang selama ini terbina. Penjualan sejumlah perusahaan industri terguncang pembatasan aktivitas sosial, diperparah dengan guncangan cash-flow terutama bagi industri skala menengah kecil. Duniaindustri.com mencermati guncangan arus kas terutama terjadi di sektor usaha skala menengah kecil yang menggantungkan pemasukan harian ataupun mingguan. Sementara industri besar masih bisa bertahan selama 2 bulan, meski masih terkendala distribusi dan logistik terutama terkait pasokan bahan baku dan pemasok yang biasanya ukuran bisnisnya lebih kecil.
Rantai pasok industri yang merupakan hubungan antara industri skala besar dan ratusan pemasok dengan skala usaha menengah ataupu kecil juga berpotensi terganggu oleh guncangan pandemi corona. Tanpa para pemasok, industri skala besar pun tampaknya akan kesulitan untuk menunjang keberlanjutan produksi dengan utilisasi optimal. Dampaknya berantai, baik industri skala besar maupun skala menengah kecil akan beroperasi di tingkat minimum untuk mengefisienkan cost. Kondisi itu yang diperkirakan terjadi di 60% perusahaan industri yang terdampak pandemi virus corona.
Di sektor makanan minuman, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menggelar survei internal di kalangan anggotanya. Hasilnya, cukup mencengangkan ketika 54% perusahaan makanan dan minuman hanya mampu bertahan 1-5 bulan di tengah pandemi virus corona. Artinya, lewat dari periode waktu tersebut, mereka berpotensi tak mampu bertahan.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman menjelaskan, dari 54% yang bertahan paling lama 5 bulan itu, enam persen di antaranya hanya mampu bertahan selama 1 bulan. Sedangkan 26% lainnya mampu bertahan 2-3 bulan, dan 22% sisanya dapat bertahan 4-5 bulan. "46% menyatakan masih bisa tahan sampai di atas 5 bulan. Sisanya, hanya tahan sekitar 1 sampai 5 bulan," kata Adhi dalam meeting online bersama Komisi VI DPR, Senin (27/4).
Dia juga menambahkan mayoritas perusahaan makanan minuman anggota Gapmmi atau setara 71% mengakui penjualan turun berkisar 20%-40% akibat pandemi corona. Pasalnya, pasar terbesar produk makanan dan minuman adalah pasar tradisional yang berkontribusi 71% -73% dari total pasar.
Di sisi lain, penjualan di pasar tradisional terjun setelah kemunculan pandemi covid-19. Sementara, kontribusi penjualan dari pasar modern hanya 26% hingga 27%. "Jadi, kalau di pasar modern pada saat panic buying, tetap luar biasa penjualannya. Tetapi kontribusi secara nasional masih besar di tradisional secara total. Kalau di pasar tradisional turun, pasti secara total akan turun pasar makanan dan minumannya," kata Adhi.
Ia menambahkan kenaikan penjualan online pun tak mampu mengangkat kinerja perusahaan makanan dan minuman. Sebab, pangsa pasar online sangat tipis, yakni 1 persen sampai 2 persen bagi perusahaan makanan minuman. Beberapa produk yang masih meningkat penjualannya, antara lain minyak goreng, susu, mi instan, biskuit, makanan kering, serta daging dan ikan beku.
"Untuk pasar online, memang ada laporan meningkat di beberapa marketplace, seperti Tokopedia dan lain sebagainya, peningkatan naik antara 500 persen sampai 600 persen. Tetapi basis online itu masih sangat kecil," tandasnya.
Berbeda dengan perusahaan makanan minuman, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat kondisi perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) sudah sangat mengkhawatirkan. Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menerangkan, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dari industri TPT telah mencapai 80% atau 2,1 juta pekerja.
"Market kita habis, baik untuk ekspor maupun lokal, anggota kami sudah menutup industrinya, karena kita lihat sudah 2,1 juta yang dirumahkan," ujar Jemmy.
Lebih lanjut saat ini arus kas industri TPT alami gangguan karena tidak ada pemasukan maupun pembayaran yang diterima mulai dari pesanan ekspor ataupun di dalam negeri. Jika tidak ada pembayaran, maka karyawan yang di PHK bakal terus bertambah.(*/)
Sumber: klik di sini
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 181 database, klik di sini
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 181 database, klik di sini
- Butuh 24 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Komentar
Posting Komentar