Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membekukan izin edar obat-obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat, termasuk Albothyl dan tiga produk lainnya. Cairan antiseptik yang diduga mengandung policresulen dapat mengakibatkan chemical burn pada mukosa oral (kulit bagain mulut), jika penggunaannya tidak diencerkan terlebih dahulu.
"BPOM RI membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Untuk produk sejenis akan diberlakukan hal yang sama," tulis BPOM dalam keterangan resminya, Kamis (15/2/2018).
Keempat produk, termasuk Albothyl, harus sudah ditarik dari peredaran selambat-lambatnya satu bulan sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar. Masyarakat diminta beralih ke obat lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1 persen, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C.
Dikutip dari lampiran penjelasan resmi BPOM, berikut ini keempat produk obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat, yang dibekukan izin edarnya.
Pertama, Albothyl; NIE: DTL8821600341A2; Pendaftar: PT. Pharos Indonesia lisensi dari Nycomed GmbH, Jerman; Produsen: PT. Pharos Indonesia. Kedua, Medisio; NIE: DTL1221102041A1; Pendaftar: PT. Faratu Indonesia; Produsen: PT. Pharos Indonesia.
Ketiga, Prescotide; NIE: DTL1233526741A1; Pendaftar: PT. Novel Pharmaceutical Laboratories; Produsen: PT. Novel Pharmaceutical Laboratories. Keempat, Aptil; NIE: DTL0731527941A1; Pendaftar: PT. Pratapa Nirmala; Produsen: PT. Pratapa Nirmala.
Sebelumnya, BPOM juga menarik izin edar dua produk, yakni Viostin DS dan Enzyplex, karena kasus temuan DNA babi pada dua produk tersebut. Sebelumnya, sudah diberikan sanksi berupa penarikan produk pada nomor bets tertentu yang teridentifikasi DNA spesifik babi.
BPOM dalam rilis resminya menyebut bahwa sampel produk yang disebutkan dalam edaran adalah Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101.
"Sejak November 2017 sudah ada penarikan dari bets yang mengandung DNA babi. Yang saat itu masih beredar bisa jadi dari bets lain," kata Penny K. Lukito, Kepala BPOM, dalam konferensi pers.
Awal mula kasus ini dimulai sejak beredarnya surat hasil pemeriksaan sampel dua produk suplemen makanan yang viral di jejaring media sosial. Surat tampaknya datang dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram dan ditujukan pada Kepala Balai POM Palangka Raya.
Menurut penjelasan Penny, selama November tahun lalu, pihak BPOM sebetulnya telah melakukan proses dengan memberikan kesempatan pada produsen untuk melakukan perubahan pada bahan baku produksi.
Setelah itu, BPOM tetap terus melakukan pengawasan pada post-market usai sanksi penarikan. Akan tetapi, kedua produsen tersebut lagi-lagi kedapatan menggunakan bahan baku yang melanggar kesepakatan awal.
Ke depannya, Penny menegaskan BPOM akan menerapkan langkah yang lebih tegas untuk produsen yang melakukan kesalahan serupa. Tak segan-segan, BPOM akan langsung melakukan penarikan izin edar.
"Izin edar ditarik akan kami percepat lagi, tidak diberikan kesempatan yang terlalu lama dengan sanksi jika dua kali ketahuan sudah akan ditarik izin edarnya," katanya.(*/)
Sumber: klik di sini
** Butuh 19 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar